Senin, 29 April 2013

Seandainya...


Seperti biasa, hujan gerimis yang menaungi kota Bandung. Kamu mengenalkan namamu begitu saja. Uluran tanganmu dan suaramu yang lembut berlalu tanpa pernah ku ingat-ingat. Sungguh sebuah perkenalan yang tak mudah untuk aku lupakan. Kini aku memiliki seorang sahabat baru. Di sekolah ini aku memulai kisah SMA ku. Sungguh indah. Kemana pun kita selalu bertiga. Aku, Ringgo dan Edgar seorang sahabat yang sebelum yang tak pernah aku punya.
Diantara kami, Edgar lah yang paling dewasa. Kami menganggap Edgar seperti kakak kami. Kami bertiga memilih IPS. Dan diantara kami hanya Ringgo yang berpacaran. Mela anak IPA. Kekasih Ringgo sejak kelas 2 hingga kini. Mela dan kami cukup dekat. Hingga akhirnya Mela menjadi salah satu sahabat kami. Aku senang memiliki sahabat perempuan.


3 tahun tidak terasa kami berada disekolah ini. Becanda, belajar, kami lakukan bersama-sama. Ringgo sahabat yang pertama aku kenal sejak SMP kelas 2. Edgar sahabat yang aku kenal sejak awal aku masuk sekolah ini. Dan Mela sahabat yang tak sengaka aku kenal sejak kelas 2 SMA, di karenakan dia adalah pacar sahabat saya, Ringgo.

****

Kami melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Kuliah. Aku mengambil jurusan arsitektur. Ringgo dan Mela mengambil jurusan yang sama Sastra Prancis. Dan Edgar mengambil jurusan Informatika.  Kali ini kami tidak satu kampus. Kecuali Mela dan Ringgo. Mereka berada di kamus dan menggambil jurusan yang sama. Kami di sibukan oleh urusan kuliah masing-masing. Apalagi dengan Edgar dia paling sibuk di antara kami berempat.  ITB. Yang Universitas yang cukup terkenal di Bandung.
Setmerter 3 Edgar mendapatkan beasiswa di Jepang. Kini hanya ada kami bertiga.  Aku kehilangan salah satu sahabatku. Aku tau dia tak akan selamanya disana. Tapi rasa sesak ini tiba-tiba muncul. Rasa sesak yang amat menyakitkan. Hingga aku tidak bisa bernafas bebas. Sebelum Edgar pergi, dia membuat acara perpisahannya. Tapi aku  di sini masih merasakan sesak yang sama. Aku kecewa. Tidak ada yang tahu kapan Edgar akan kembali.
Aku melihat di atas tempat tidur kamarku ada sebuah kotak merah yang terbungkus rapi dan cukup besar. Ternyata itu dari Edgar. Tapi aku tidak membuka kota itu. Mungkin karena rasa kecewaku padanya masih ada.

***
Semenjak kepergian Edgar, aku juga tak ingin bertemu Mela dan Ringo.  Selama 6 tahun aku hidup tanpa kehadiran seorang sahabat.
Tanpa sengaja setelah 6 tahun berlalu aku bertemu Mela dan Ringgo di sebuah caffe yang letaknya tidak jauh dari tempat aku berkeja. Oke. Aku akui, aku merindukan mereka apalagi dengan Edgar. Aku berusaha bersikap sewajarnya dan menganggap tak pernah terjadi apa-apa di antara kami.
Kami bertiga duduk di bangku yang sama.  Tak lama dari situ Ringgo meninggalkan kami berdua. Mela membuka pembicaraan. Edgar. Yah nama itu yang pertama ia ucapkan. Mendengar nama itu rasa sesak itu muncul lagi. Bertahun-tahun sudah berlalu. Tapi tetap saja aku tak dapat melupakan sosok tu. Tapi di hadapan Mela aku berusaha bersikap tidak perduli.
“Saat itu kenapa kamu tidak datang ke acara perpisahan Edgar? Padahal dia sangat mengharapkan kamu datang loh. Susah payah dia mengantarkan kotak merah yang berisi gaun itu untuk mu. Tadinya ada yang ia sampaikan secara langsung ke kamu. Tapi sayangnya kamu waktu itu tidak datang. Dan besok katanya Edgar akan datang ke Indonesia”

“Kotak merah?? Kotak yang aku biarkan begitu saja. Dan tak pernah aku buka itu? Bodoh ! kenapa aku tidak membukanya saja. Kejadian 6 tahun ini ternyata semuanya hanya salah paham.” Ucapku dalam hati. Kini aku merasa menyesal. Penyesalan yang amat dalam. 6 tahun aku menyimpan pendeitaan yang sebenarnya tidak perlu adanya.
Aku tak merespon Mela sedikitpun. Aku sibuk dengan pemikiranku sendiri. “Keysa, kamu tau. Awal perkenalan kalian Edgar memiliki rasa yang lebih dari sahabat terhadapmu. Edgar menceritakan semua ini pada kami sebelum dia pergi ke Jepang. Tadinya dia ingin langsung mengaakannya padamu. Tap sayang, kamu tidak datang. Akhirnya Edgar menceritakan semua ini kepadaku dan juga Ringgo. Kami mencarimu selama 6 tahun ini. Tapi kamu hilang tanpa kabar. Kami berusaha mencari mu tapi hasilnya nihil. Besok Edgar akan merayakan kedatangannya kembali di rmahnya. Kamu bisa datang.”

****

Bodoh. Aku baru menyadari ini semua. Aku menyimpan luka terlalu lama dengan sia-sia hanya karena kesalah pahaman.

***

Aku putuskan untuk menghadiri acaranya Edgar. Mela dan Ringgo sudah datang terlebih dahulu. Edgar. Diamana dia? Begitu datang aku langsung mencari  sosok itu. Aku tidak sabar. Aku menunggu suara dan tatapan matanya yang menyejukan hati. Mungkin kah langkah kaki ajaib ini yang telah mengatur langkah ku agar aku datang kesini?
Mela dan Ringgo menaggilku untuk mengapiri mereka. Dan aku pun lagsung menghampiri mereka. Aku duduk tepat di samping Mela. Tak lama dari situ, sosok yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga.  Dia tampak semakin menawan. Seyumnya yang hangat, matanya yang indah tak pernah aku lupakan. Edgar duduk tepat di samping Ringgo. Canggung. Yah, itu yang aku rasakan kini.  Suasana ini adalah suasana yang aku rindukan setelah 6 tahun silam. Mereka bertiga bencada seperti biasa. Sedangkan aku masih merasa asing dengan suasa ini.

Kurang lebih 35 menit setelah mereka bercanda tepat di dekatku. Mela dan Ringgo meninggalkan kami berdua. Oh tuhan. Situasi macam apa ini. Aku semakin tidak bisa berkutik. Tapi aku akui, aku senang bisa bertemu dengannya lagi. Kini dia menjadi sosok yang lebih baik dari sebelumnya.
Edgar mencairkan suasana. “Kabar mu bagaimana, Keys?  tidak terasa 6 tahun tidak berjumapa. Kamu semakin dewasa dan cantik yah. Kemana saja kamu selama ini?”

“Aku tidak kemana-mana. Mungkin kamu yang terlalu betatah di negeri Jepang.  Maaf kan aku.  Ternyata semua ini salah paham. Maaf waktu itu aku tidak datang ke acara perpisahanmu. Aku terlalu bodoh. Sebenarnya aku menyimpan perasaan yang sama kepadamu. Aku bodoh baru menyadari setelah kepergianmu.”

“Tidak apa-apa. Toh semua ini sudah lewat. Dan kini semua kesalah pahaman ini sudah terbongkar kan? Dan terimakasih kamu sudah mau jujur  tentang perasaanmu padaku. Tapi maaf. Seandainya 1 tahun sebelum ini kamu menyatakan ini padaku. Kini semua sudah terlamabat untuk disesali. Hmm ini untuk kamu.  Kali ini kamu harus datang yah?”

Ketas yang di bungkus rapi dengan plastik dan dihiasi pita berwarna merah. Nama itu cukup besar dan sangat terlihat jelas “Ringgo Juliano & Natasha Ozuka”. Rasanya aku baru terbang ke langit tujuh lalu terjatuh di tanah tanpa ada halangan.  Baru saja bunga mekar dan tak lama langsung layu. Begitu cepatnya harapan aku ini pupus.

@dinahaqf