Aku sdah tidak melihannya. Tapi bagi kami dia sudah biasa
jarang hadir di sekolah. Tapi lama-lama orang tuanya menghubungi teman kami
yang dekat dengan anaknya. Kami di berikabar katanya dia sedang sakit.
Sepertinya sakitnya cukup parah hingga dia absen selama 2 minggu. Dan kami
sekelas kompak untuk menjenguknya. Dan ternyata keaadaan yang kami lihat saat
ini cukup menghawatirkan. Katanya di ada gangguan jiwa sehingga dia harus di
amankan di ruangan khusus. Walau awalnya keadaannya tidak terlalu menghawatirkan.
Tapi selama kurang lebih 5 hari keadaannya semakin memburuk
akhirnya dia di pindahkan. Tadinya aku kira info dari temanku itu hanya sebuah
gurauannya saja. Sulit aku percaya. Karena hampir semua dari mereka selalu
menjadikan semua objek dan sabjek di jadikan sebuah lulucon. Dan tepat di hari
senin pelajaran wali kelas kami masuk. Dan beliau juga bilang bahwa teman kami
yang berinisial “R” keadaanya semakin parah.
Akhirnya aku baru percaya kalau
temanku itu benar-benar mendapatkan cobaan daari Allah.
Beberapa dari teman kami mengunjunginya dan katanya
keadaannya cukup keritis. Dan salah satu dari temanku menceritakan kejadian
yang dia alami sebelum dia masuk rumah sakit. Sungguh ceritana membuat
akusangat bersimpati. Kurang lebih 1 hari sebelum dia masuk rumah sakit dia
pergi kerumah pacarnya itu yang jarak tempuhnya cukup jauh mungkin lebih dari 2
atau 3 jam lebih karena dia mengunakan sepeda.
Tapi apa yang dia dapatkan? Dia
tidak sempat duduk bahkan masuk kerumah pacarnya itu. Aku yang mendengarnya saja
lemas dengan perkataan pacarnya itu. Pengorban yang “R” dia anggap apa sebenarnya.
Kira-kira 1 minggu lebih 3 hari kami mendengar kapar
keadaannya sudah mulai membaik. Walau tutur katanya belum sempurna. Senyumannya
yang ciri khas membuat kami merasa tenag. Padahal keadaanya sedang dalam
keprihatinan. Tapi dia tidak memperlhatkanya pada kami. 2 minggu sudah berlalu
walau dia masih di rumah sakit tapi keadaannya sudah mulai membaik dan kami
sekelas mengunjunginya.
Kedadaannya sudah membaik walau masih ada infusan yang
menempel di tangan kirinya. Tapi dia masih saja bercanda seperi biasanya. Tak
ada kata lelah yang dia ucapkan pada kami. Dia masih saja mengajak kam bercanda
tanpa memperlihatkan rasa sakit yang ia rasakan pada kami.
3 minggu lebih 3 hari kami mendengar kabar keadaanya keritis
dan kami baru mengetahui bahwa dia terkena kanker otak yang sudah cukup parah.
Juga ada virus lain yang menggerogoti tubuhnya. Yang kami lakukan hanya lah
berdoa untuk kesembuhannya. Setelah
mendengar kabar dia keritis kami mengunjungnya lagi. Begitu banyak alat yang
mengelilingi tuhuh kurusnya itu. Kami hanya memanggil namanya dan ternyata dia
masih merespon kedatangan kami walau matanya terpejam. Tak ada kaliamat bahkan
kata yag bisa kamu ucapkan padanya. Air mata kami sudah membendung di pelupuk
mata. Sesak, merinding, serasa aliran darah yang ada dalam tubuh kami membeku.
Melihat keadaanya yang sudah keritis. Ditambah dokter bilang kalau hanya 30%
lagi kemungkinannya untuk hidup.
4 hari kemudian aku masuk sekolah. Dan aku bingung melihat
keadaan mereka yang biasanya bercanda, heboh, kini kelas menjadi sunyi tidak
seperti biasanya. Dan teman perempuanku memberi tahu padaku bahawa “R” sudah
meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Setelah mengkabar itu kakiku terasa
lemas. Semua mood ku hilang. Aku tak bisa berkata apa apa, terenyum, apalagi
tertawa aku tak ingin melakukannya. Aku hanya bisa menahan air mata yang sudah
aku tahan dan kini membendung di pelupuk mataku yang tak lama lagi akan
mengalir.
Satu persatu guru-guru mengunjungi kelas kami dan
mengucapkan turut duka cita atas kepergian teman kami untuk selamanya. Dan
mantan wali kelas kami dan tang dan bercerita Almarhum bercerita padanya bahwa
dia sedang sakit dan tidak punya biaya untuk berobat. Itu cerita yang terakhir
kami dengar darinya. Cerita itu membuat kami semakin tak kuat untuk menaha air
mata yang sejak tadi sudah kami tahan.
Dia sosok pria yang bisa di bilang tidak mace-macem, tidak
muluk-muluk. Yang mengerti akan kondisi keluarganya sehingga dia menyembunyikan
masalah ini pada keluarganya. Pada kami pun dia menutupinya. Hingga yang kami
tau saat dia sudah di rawat dan keadaanya sudah keritis. Kini tak ada yang bisa
kami panggil lagi dengan sebutan “Grey”.
Selamat tinggal kawan. Terimakasih kamu membiarkan kami masuk dalam kehidupanmu.
Selamat tinggal kawan. Terimakasih kamu membiarkan kami masuk dalam kehidupanmu.