Jumat, 01 Maret 2013

Selamat Tinggal Kawan


Aku sdah tidak melihannya. Tapi bagi kami dia sudah biasa jarang hadir di sekolah. Tapi lama-lama orang tuanya menghubungi teman kami yang dekat dengan anaknya. Kami di berikabar katanya dia sedang sakit. Sepertinya sakitnya cukup parah hingga dia absen selama 2 minggu. Dan kami sekelas kompak untuk menjenguknya. Dan ternyata keaadaan yang kami lihat saat ini cukup menghawatirkan. Katanya di ada gangguan jiwa sehingga dia harus di amankan di ruangan khusus. Walau awalnya keadaannya tidak terlalu menghawatirkan.

Tapi selama kurang lebih 5 hari keadaannya semakin memburuk akhirnya dia di pindahkan. Tadinya aku kira info dari temanku itu hanya sebuah gurauannya saja. Sulit aku percaya. Karena hampir semua dari mereka selalu menjadikan semua objek dan sabjek di jadikan sebuah lulucon. Dan tepat di hari senin pelajaran wali kelas kami masuk. Dan beliau juga bilang bahwa teman kami yang berinisial “R” keadaanya semakin parah. 

Akhirnya aku baru percaya kalau temanku itu benar-benar mendapatkan cobaan daari Allah.
Beberapa dari teman kami mengunjunginya dan katanya keadaannya cukup keritis. Dan salah satu dari temanku menceritakan kejadian yang dia alami sebelum dia masuk rumah sakit. Sungguh ceritana membuat akusangat bersimpati. Kurang lebih 1 hari sebelum dia masuk rumah sakit dia pergi kerumah pacarnya itu yang jarak tempuhnya cukup jauh mungkin lebih dari 2 atau 3 jam lebih karena dia mengunakan sepeda. 

Tapi apa yang dia dapatkan? Dia tidak sempat duduk bahkan masuk kerumah pacarnya itu. Aku yang mendengarnya saja lemas dengan perkataan pacarnya itu.  Pengorban yang “R” dia anggap apa sebenarnya.
Kira-kira 1 minggu lebih 3 hari kami mendengar kapar keadaannya sudah mulai membaik. Walau tutur katanya belum sempurna. Senyumannya yang ciri khas membuat kami merasa tenag. Padahal keadaanya sedang dalam keprihatinan. Tapi dia tidak memperlhatkanya pada kami. 2 minggu sudah berlalu walau dia masih di rumah sakit tapi keadaannya sudah mulai membaik dan kami sekelas mengunjunginya. 

Kedadaannya sudah membaik walau masih ada infusan yang menempel di tangan kirinya. Tapi dia masih saja bercanda seperi biasanya. Tak ada kata lelah yang dia ucapkan pada kami. Dia masih saja mengajak kam bercanda tanpa memperlihatkan rasa sakit yang ia rasakan pada kami.

3 minggu lebih 3 hari kami mendengar kabar keadaanya keritis dan kami baru mengetahui bahwa dia terkena kanker otak yang sudah cukup parah. Juga ada virus lain yang menggerogoti tubuhnya. Yang kami lakukan hanya lah berdoa untuk kesembuhannya.  Setelah mendengar kabar dia keritis kami mengunjungnya lagi. Begitu banyak alat yang mengelilingi tuhuh kurusnya itu. Kami hanya memanggil namanya dan ternyata dia masih merespon kedatangan kami walau matanya terpejam. Tak ada kaliamat bahkan kata yag bisa kamu ucapkan padanya. Air mata kami sudah membendung di pelupuk mata. Sesak, merinding, serasa aliran darah yang ada dalam tubuh kami membeku. Melihat keadaanya yang sudah keritis. Ditambah dokter bilang kalau hanya 30% lagi kemungkinannya untuk hidup.
4 hari kemudian aku masuk sekolah. Dan aku bingung melihat keadaan mereka yang biasanya bercanda, heboh, kini kelas menjadi sunyi tidak seperti biasanya. Dan teman perempuanku memberi tahu padaku bahawa “R” sudah meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Setelah mengkabar itu kakiku terasa lemas. Semua mood ku hilang. Aku tak bisa berkata apa apa, terenyum, apalagi tertawa aku tak ingin melakukannya. Aku hanya bisa menahan air mata yang sudah aku tahan dan kini membendung di pelupuk mataku yang tak lama lagi akan mengalir.

Satu persatu guru-guru mengunjungi kelas kami dan mengucapkan turut duka cita atas kepergian teman kami untuk selamanya. Dan mantan wali kelas kami dan tang dan bercerita Almarhum bercerita padanya bahwa dia sedang sakit dan tidak punya biaya untuk berobat. Itu cerita yang terakhir kami dengar darinya. Cerita itu membuat kami semakin tak kuat untuk menaha air mata yang sejak tadi sudah kami tahan.

Dia sosok pria yang bisa di bilang tidak mace-macem, tidak muluk-muluk. Yang mengerti akan kondisi keluarganya sehingga dia menyembunyikan masalah ini pada keluarganya. Pada kami pun dia menutupinya. Hingga yang kami tau saat dia sudah di rawat dan keadaanya sudah keritis. Kini tak ada yang bisa kami panggil lagi dengan sebutan “Grey”.

Selamat tinggal kawan. Terimakasih kamu membiarkan kami masuk dalam kehidupanmu.