Senin, 17 Desember 2012

Penjara Yang Tak Nampak Bagiku (Kenangan)

Tiap detik, tiap menit, tiap jam, tiap hari, tiap minggu, tiap bulan bahkan tiap tahun kenangan itu akan semakin menumpuk dan menumpuk. Ingin rasanya aku mengubur kenangan buruk dan aku hanya akan mengingat kenangan yang indah. Tapi suara hatiku berkata lain. KENAGAN BUKAN UNTUK DI LUPAKAN melainkan UNTUK DIKENANG.

Begitu juga dengan kenanganku bersamamu. Sekeras apapun aku mencoba melupakanmu, kengan itu selalu menghantui disetiap langkaku. Aku selalu ingat bagaimana caramu memanggilku, bagaimana caramu peduli padaku, bagaimana caramu membuat aku menangis dan tertawa. Kamu begitu banyak memberikan pelajaran yang berhaga dalam hidupku yang sepi ini. Kamu yang telah membuat hari-hari dan hidupku menjadi lebih berwarna.


Nada bicaramu, tulisanmu, dan gaya bahasa bicaramu tanpa aku ingin merekamnya dalap memori otakku semua itu tersimpan begitu saja. Aku selalu mengingat apa saya yang pernah kamu katakan padaku walaupun sepele. Aku tak akan pernah lupa tempat mana saja yang pernah aku temui bersamamu. Segala sesuatu yang ada disekelilingku selalu membuat aku selalu memikirkanmu. Seakan hati kecilku ingi mendorongku untuk melakukan hal itu.

Aku selalu menyimpan barang-barang yang pernah kau berikan padaku dengan baik, walaupun itu sudah rusak aku selalu menyimpannya. Seadainya aku bisa lihat betapa bodohnya aku menunggumu seperti orang yang sudah tidak waras. Kengangan ini bagaikan penjara yang tak nampak, yang selau menyiksaku.

Bagaimana kenangan yang pernah kita lalui aku lupakan begitu saja. Sudah selama 6 tahun kita saling mengenal, hingga saat ini usia kita sudah menginjak 23 tahun. Ini semua tidak semudah mengedipkan mata yang butuh beberapa detik untuk dapat membuka dan menutupnya kembali.

Aku selalu membuka kembali barang-barang yang pernah kau berikan saat aku merindukanmu. Walaupun yang aku lakukan malah membuat hatiku sakit. Yah aku telah dibutakan olehmu. Aku menjadi tidak waras kareanamu. Betapa sakitnya hati ini, luka yang amat sangat dalam yang aku rasakan. Membuat aku untuk sulit bernafas. Aku sudah menantimu selama 4 tahun. Aku sengan akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi. Ini adalah anugrah yang terundah bagiku.

Aku menyambutmu dengan senyuman yang hangat dan bersahabat. Aku pun menyapamu dengan perasanan yang berbungabunga. "Sudah berapa anakmu sekanga?", ucapan itu meluncur dari mulutnya begitu saja. Aku sedikit tersentak mendengan pertanyaan yang ia lontarkan padaku. "Aku belum menemukan pilihanku. Bagaimana denganmu?"  jawabku jujur sesuai dengan apa yang hatiku rasakan. Akupun melontarkan pertanyaan yang sama padanya. "Oh sudah lama kita tak berjumpa. Maaf kamu tak sempat aku undang ke acara pernikanku. Kini aku memiliki anak satu yang baru berusia 1 tahun"