Selasa, 08 Januari 2013

Senyuman Natasya


Kedua mataku langsung tertuju pada satu tujuan di taman yang sering aku datangi, tapi aku baru pertama kalinya melihat seorang wanita yang sedang duduk di kursi taman itu. Wajahnya terlihat sangat polos dan manis membuat aku ingin mendekatinya. Butuh berfikir beberapa kali untuk aku mendatanginya karena aku merasa tak percaya diri. Setelah bebrapa menit aku mempertimbangkan hal ini akhirnya aku putuskan untuk mendatanginya, tak perduli apa yang akan terjadi setelah ini.

Aku memulainya dengan duduk disampingnya tapi itu sama sekali tak memberikan respon kepadaku. Okey mungkin kali ini aku harus menyapanya terlebih dahulu agar aku mendapatkan repon darinya.

“Hai?,” Aku menyapanya terlebih dahulu. Namun ternyata dugaanku benar. Bahkan ini melebihi dugaanku sebelumnya. Rasa tak percaya diriku mulai muncul dan semakin bertambah. Setelah wanita itu mendengar suaraku, ia terlonjat kaget.

“Siapa disana!”

Namun kali ini aku yang terlonjat kaget mendengar jawaban responnya itu. ‘Siapa disana?’ maksudnya? Aku mulai bingung dengan perkataannya. Lalu aku ingin memecahkan rasa penasaranku. Ku beranikan diri untuk mengerakan telapak tangan kiriku di depan matanya dan tak ada reaksi apa-apa darinya selain iya mengatakan ‘Siapa disana?’ berulang-ulang. Enatah mengapa ini membuatku semakin tertarik untuk mengenalnya lebih dekat. Walau aku tau akan ada resiko dari apa yang aku lakukan ini.

“Tenang aku tak bermaksud untuk melukaimu. Aku tak sengaja melihatmu sedang duduk disini. Aku setiap hari mengunjungu taman ini namun baru kali ini aku melihatmu.”

“Oh maafkan aku. Aku tak bermaksud untuk memarahimu. Aku terlalu waspada”

“Yah tak apa. AKu megerti perasaanmu.”

“Maksud kamu?”

“Tidak,” Jawabku diikuti dengan senyuman. Perbincangan kami berlasung cukup lama dan mengasikan. Baru kali ini aku merasa sangat senang dan bahagia. Lucu memang aku baru saja melihat dan mengenalnya namun rasa itu dengan mudahnya muncul dihatiku. Sepertinya aku sudah terlalu jauh melangkah. Karena yang aku takutkan mungkin saja akan terjadi.

“Kamu anak baru di perumahan ini?,” Tanyaku dengan nada halus.

“Tidak juga. Aku sudah hampir 3 bulan.”

“Oh begitu rupanya. Lalu mengapa kamu lebih memilih untuk datang kemari?”

“Kakiku yang mengajaku untuk datang kemari. Oh iya sudah lama kita berbincang tapi aku belum mengetahui siapa namamu. Aku Natasya.”

Natasya?namanya yang indah persis seperti pemilik namanya. Matanya yang tidak bisa melihat tidak mengurangi keindahan yang ada pada dirinya. “Robi. Senang bisa mengenalmu.”

“Aku juga sangat senang bisa mengenalmu. Padahal kita barusaja berkenalan.”

Kamu salah. Seharusnya aku yang mengatakan itu padamu. “Apakah besok atau hari selanjutnya kamu akan datang ketaman ini lagi?”

Sepertinya iya. Apakah aku tidak boleh datang kemari?

“Bukan begitu maksudku.Malah aku senang kamu lebih sering dtang kemari.”

Oh yah?

“Yah sungguh. Aku jadi memiliki teman berbicara.”

Seandainya aku bisa melihatmu dengan kedua mataku ini.

Esok harinya…

“Robi, aku membawa kabar gembira.”

Oh yah? Apa?

“Orang tuaku bilang mereka mendapatkan pendonor buat mataku. Pelaksanaanya akan di lakukan 3 hari dari sekarang. Dan harapanku akan tekabul. Aku akan bisa melihatmu.”

“Oh baguslah kalau begitu. Aku turut senang mendengarnya.” Yah aku sungguh senang mendengar kabar itu. Tapi aku lebih suka dia tidak bisa melihaku. Mungkin ini terdengar egois.

“Aku sungguh tak sabar mendatangi hari itu.”

Oh tuhan, apa yang harus aku lakukan sekrang. Aku sungguh tidak tega melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya akan hilang jika dia bisa melihat dan tau bagaimana kondisiku sebenarnya. Aku tak sanggup untuk merusak kebahagiaannya itu. Aku tak sangggunp mengecewakannya.

Beberapa hari kemudian…

 6 hari sudah berlalu. Sepertinya aku tak bisa menunggu kehadirannya. Mungkin aku terlalu banyak berharap apalagi untuk bisa mendapatkanya. Tapi di hari ke tujuh aku melihat wanita yang sedang duduk di kursi taman persis seperti pertama kali aku bertemu dengannya.

“Natasaya?”

“Siapa kamu?” Natasya risih setelah aku datang mendekatinya. Ternyata apa yang aku takutkan datang juga.

“Aku Robi. Apakah kamu lupa?”

“Bukan. Kamu bukan Robi. Robi yang aku kenal dia tiadak…”

Kenapa? Kamu tidak melanutkan kalimatmu? Dari mana kamu tau kalau aku bukan Robi yang kamu maksud? Yang aku takutkan kini datang juga. Aku sudah menduganya sejak awal kita bertemu. Aku sadar seorang wanita cantik dan sempurna sepertimu tidak pantas dekat dengan pria yang cacat, yang tidak memiliki lengan kanan sepertiku. Aku bisa terima bila kamu kini akan menjauhiku.

Natasya akhirnya memeluk Robi dengan sangat erat sambil menangi di iringi dengan senyum bahagia di wajahnya.