Kedua mataku langsung tertuju pada satu tujuan di taman
yang sering aku datangi, tapi aku baru pertama kalinya melihat seorang wanita
yang sedang duduk di kursi taman itu. Wajahnya terlihat sangat polos dan manis
membuat aku ingin mendekatinya. Butuh berfikir beberapa kali untuk aku mendatanginya
karena aku merasa tak percaya diri. Setelah bebrapa menit aku mempertimbangkan
hal ini akhirnya aku putuskan untuk mendatanginya, tak perduli apa yang akan
terjadi setelah ini.
Aku memulainya dengan duduk disampingnya tapi itu sama
sekali tak memberikan respon kepadaku. Okey mungkin kali ini aku harus menyapanya
terlebih dahulu agar aku mendapatkan repon darinya.
“Hai?,” Aku
menyapanya terlebih dahulu. Namun ternyata dugaanku benar. Bahkan ini melebihi
dugaanku sebelumnya. Rasa tak percaya diriku mulai muncul dan semakin bertambah.
Setelah wanita itu mendengar suaraku, ia terlonjat kaget.
“Siapa disana!”
“Tenang aku tak
bermaksud untuk melukaimu. Aku tak sengaja melihatmu sedang duduk disini. Aku
setiap hari mengunjungu taman ini namun baru kali ini aku melihatmu.”
“Oh maafkan aku. Aku tak bermaksud untuk memarahimu. Aku
terlalu waspada”
“Yah tak apa. AKu
megerti perasaanmu.”
“Maksud kamu?”
“Tidak,” Jawabku diikuti dengan senyuman. Perbincangan kami berlasung
cukup lama dan mengasikan. Baru kali ini aku merasa sangat senang dan bahagia.
Lucu memang aku baru saja melihat dan mengenalnya namun rasa itu dengan
mudahnya muncul dihatiku. Sepertinya aku sudah terlalu jauh melangkah. Karena
yang aku takutkan mungkin saja akan terjadi.
“Kamu anak baru di perumahan ini?,” Tanyaku dengan nada halus.
“Tidak juga. Aku sudah hampir 3 bulan.”
“Oh begitu rupanya.
Lalu mengapa kamu lebih memilih untuk datang kemari?”
“Kakiku yang mengajaku untuk datang kemari. Oh iya sudah
lama kita berbincang tapi aku belum mengetahui siapa namamu. Aku Natasya.”
‘Natasya?’namanya yang indah persis seperti pemilik
namanya. Matanya yang tidak bisa melihat tidak mengurangi keindahan yang ada
pada dirinya. “Robi. Senang bisa mengenalmu.”
“Aku juga sangat senang bisa mengenalmu. Padahal kita
barusaja berkenalan.”
Kamu salah.
Seharusnya aku yang mengatakan itu padamu. “Apakah besok atau hari selanjutnya
kamu akan datang ketaman ini lagi?”
“Sepertinya
iya. Apakah aku tidak boleh datang kemari?”
“Bukan begitu maksudku.Malah
aku senang kamu lebih sering dtang kemari.”
“Oh yah?”
“Yah sungguh. Aku
jadi memiliki teman berbicara.”
“Seandainya aku
bisa melihatmu dengan kedua mataku ini.”
Esok harinya…
“Robi, aku membawa kabar gembira.”
“Oh yah? Apa?”
“Orang tuaku bilang mereka mendapatkan pendonor buat
mataku. Pelaksanaanya akan di lakukan 3 hari dari sekarang. Dan harapanku akan
tekabul. Aku akan bisa melihatmu.”
“Oh baguslah kalau begitu. Aku turut senang mendengarnya.”
Yah aku sungguh senang mendengar kabar itu. Tapi aku lebih suka dia tidak bisa
melihaku. Mungkin ini terdengar egois.
“Aku sungguh tak sabar mendatangi hari itu.”
Oh tuhan, apa yang
harus aku lakukan sekrang. Aku sungguh tidak tega melihat kebahagiaan yang
terpancar dari wajahnya akan hilang jika dia bisa melihat dan tau bagaimana
kondisiku sebenarnya. Aku tak sanggup untuk merusak kebahagiaannya itu. Aku tak
sangggunp mengecewakannya.
Beberapa hari
kemudian…
6 hari sudah berlalu. Sepertinya aku tak bisa
menunggu kehadirannya. Mungkin aku terlalu banyak berharap apalagi untuk bisa
mendapatkanya. Tapi di hari ke tujuh aku melihat wanita yang sedang duduk di
kursi taman persis seperti pertama kali aku bertemu dengannya.
“Natasaya?”
“Siapa kamu?” Natasya risih setelah aku datang
mendekatinya. Ternyata apa yang aku takutkan datang juga.
“Aku Robi. Apakah
kamu lupa?”
“Bukan. Kamu bukan Robi. Robi yang aku kenal dia tiadak…”
“Kenapa? Kamu tidak
melanutkan kalimatmu? Dari mana kamu tau kalau aku bukan Robi yang kamu maksud?
Yang aku takutkan kini datang juga. Aku sudah menduganya sejak awal kita
bertemu. Aku sadar seorang wanita cantik dan sempurna sepertimu tidak pantas
dekat dengan pria yang cacat, yang tidak memiliki lengan kanan sepertiku. Aku
bisa terima bila kamu kini akan menjauhiku.”
Natasya akhirnya memeluk Robi dengan sangat erat sambil
menangi di iringi dengan senyum bahagia di wajahnya.