Hiks hiks
Aku mencari dari mana suara tangisan itu berasal. Aku
mencari di setiap ruangan yang ada di rumahku. Ruang keluarga, dapur, balkon
tapi tak ku temui juga. Ada satu reangan yang belum aku cek, yaitu kamar orang
tuaku. Tapi aku tak berani untuk masuk. Aku hanya mengecek dari depan pintu
kamar orang tuaku. Ternyata benar suara itu adalah suara tangisan ibuku.
Akhirnya aku beranikan diri untuk mengintip dari balik pintu. Aku melihat ibuku
sedang menangis di atas tempat tidurnya. Aku rasa ibu sedang berusaha untuk
menutupi ini dari anak-anaknya. Cara menangisnya pun sangat tak wajar bagiku.
Giginya menggigit bibirnya sekuat tenanga. Ibu lebih memilih bibirnya di
banding anak-anaknya mengetahui masalah ini. Hatiku rasanya teriris dan sesak
melihat ibu seperti ini. Ibu membutuhkan seseorang di sampingnya. Tapi aku
terlalu terlalu jaim untuk
melakukannya.
Anak apa aku ini
yang tak bisa berada di sampingnya, tak bisa mendengarkan keluh kesahnya. Untuk
apa aku ada di bumi sedangkan aku tak bisa melakukan apa-apa untuk ibuku
sendiri. Ingin rasanya aku memaki orang yang telah membuat ibuku menangis.Tapi
aku tak bisa melakukannya karena permintaan dari ibuku. Ibuku terlalu sabar.
Sempat aku melontarkan kata yang aku sendiri tak sadar aku telah melontarkan
kata-kata itu.
Sejenak ibu memandangku dengan mata lelahnya. Ibu menahan
tangisannya beberapas saat. Dan
PLAK!!
Tangannya meluncur di bibi kiriku. Aku tak
marah atas perlakuan ibu padaku. Karena aku sadar aku sudah kelewatan batas.
Walau ibu telah menamparku aku tetap melanjutkan uneg-unekku. Karena aku pikir
ini sudah terlanjur aku lontarkan. “Aku
tak perduli walau ibu menaparku berribu-ribu kali asal ibu setuju kita
meninggalkan rumah ini. Rumah yang selalu membuat penderitaan pada kita.”
PLAK !!
Tangannya meluncur di bibi kiriku untuk kedua kalinya.
“Apa kamu sadar ada yang telah katakan? Ibu mohon padamu untuk tidak mengatakan
hal yang seperti itu lagi. Ini sudah menjadi tanggung jawab ibu.” Akhirnya ibu
mengeluarkan kata. Akhirnya kami berdua bertengkar. Sungguh aku tak ingin
menjadi anak yang durhaka. Kesabaranku sudah habis. Aku ingin mengakhiri kisah
ini.
“Tanggung jawab?
Lalu dimana tanggung jawab ibu untuk menjadi seorang istri dan seorang ibu?
Apakah aku dan ayah tidak termasuk ke dalam tanggung jawab ibu? Atau ibu lupa,
ibu mempunyai seorang suami dan anak?” Maaf aku melakukan ini karena aku
sangat menyayagi ibu dan ayah. Kali ini ibu diam dalam lamunannya. Ini membuat
hatiku semakin sakit melihat ibu seperti ini. Tapia pa yang harus aku lakukan.
Aku sudah tak kuat menjalani ini semua. Aku ingin segera mengakhiri ini semua.
“Apakah ibu lupa ayah sempat melontarkan
kata ‘pisah’ pada ibu? Apa ibu tau mengapa ayah mengatakan hal itu? Itu karena
ayah sangat saying pada ibu. Ayah sudah tak tahan melihat ibu terus terpuruk.
Apa ibu tak pernah memikirkan bagaimana perasaan ayah? Aku tidak berpihak pada
saiapapun. Aku saying pada kalian. Jadi tolong ibu jagan hanya memikirkan orang
yang sama sekali tak pernah perdulu pada ibu.” Ibu akhirnya mengeluarkan
air mata yang sangat deras. Dan kali ini bibirnya benar-benar berdarah karena
ibu menggigitnya sekuat tenaga.
BERSAMBUNG...
BERSAMBUNG...
@dinahaqf